
Seorang pemimpin harus dibekali dengan berbagai macam keterampilan baik yang bersifat teknis atau biasa disebut hardskill dan juga keterampilan yang bersifat non teknis atau yang disebut sebagai soft skill. Keterampilan-keterampilan ini tentunya perlu dikembangkan terus menerus dalam proses pemimpin mengembangkan kemampuan dan keterampilannya. Karena sebagai pemimpin tentunya kita harus memiliki perlengkapan yang selengkap mungkin untuk dapat mengaktualisasikan peran nya sebagai seorang pemimpin.
Ada hal yang seringkali dilupakan yaitu keterampilan yang sifat non teknis atau biasa disebut sebagai kemampuan untuk merosot dikalangan pemimpin generasi millenial, hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan persiapan kepemimpinan, kurangnya otoritas yang diberikan oleh perusahaan misalnya perusahaan yang sebenarnya belum terlalu percaya untuk memberikan kewenangan penuh kepada seorang pemimpin, gaya kepemimpinan generasi muda yang lemah karena mereka tidak terlatih sejak masa di sekolah sebagai seorang leader. Mereka cenderung menjadi pemimpin yang safety player. Mereka bersembunyi di balik gadget mereka ketika memberikan arahan kepada tim mereka dan berpikir bawahan akan serta merta menuruti perintah serta instruksi yang telah disampaikan melalui gadget. Namun hal tersebut tampaknya tidak memberikan impact yang positif karena berdasarkan penelitian otoritas akan lebih kuat diberikan ketika orang berhadapan dengan orang. Otoritas tidak sekedar bicara kata-kata yang disampaikan juga berbicara tentang energi, kepercayaan diri, kejelasan tujuan dan bahasa tubuh yang tepat.
Muncullah istilah yang disebut sebagai powerless atau pemimpin-pemimpin yang tidak atau kurang memiliki otoritas dan kewenangan yang kuat. Mereka cenderung tidak memiliki kemampuan untuk mengelola bawahan mereka dengan baik, bahkan bawahan cenderung jadi liar dan bekerja sesuai dengan keinginan dan gaya mereka masing-masing. Pemimpin yang powerless juga biasanya muncul dalam bentuk yang sangat negatif yaitu mengelola bawahan dengan gaya otoriter untuk menunjukkan power-nya secara berlebihan dan biasanya malah berdampak negatif karena bawahan merasa hanya dimanfaatkan oleh pimpinan mereka. Dalam beberapa kasus di perusahaan powerless tentunya menjadi pemicu dari berbagai macam permasalahan perilaku bawahan yang berakar dari hubungan atasan-bawahan yang kurang harmonis. Bawahan sebenarnya perlu dukungan, bimbingan,support dari atasan. Namun juga atasan tidak punya power yang kuat dalam memberikan jawaban, memberikan keputusan dan memberikan panduan yang jelas kepada bawahan mengakibatkan bawahan merasa seakan-akan mereka tidak memiliki atasan.
Hal seperti inilah yang memicu kondisi kerja yang tidak berfokus dan optimal. Atasan harus memiliki skill atau keterampilan untuk mengelola power, mengelola kewenangan otoritasnya dan untuk mengendalikan perilaku kerja dari bawahan. Untuk bisa bertindak power tentunya atasan memerlukan keberanian dan percaya diri yang tinggi. Karena saat atasan menerapkan otoritasnya tidak semua bawahan mereka akan setuju, bahkan mungkin munculnya konflik, berargumen bahkan yang paling ekstrem adalah melawan keputusan atasan. Namun hal ini harus terjadi supaya bawahan memahami posisi atasan khususnya dalam pengambilan keputusan yang berdampak besar terhadap organisasi. Maka bawahan pun tidak berperilaku liar enaknya karena mereka tahu jika mereka di bawah kepemimpinan seseorang mereka harus patuh pada instruksi.
Drs. Andreas Imawanto., MM, Psikolog
Senior Consultant